Resensi Novel Tarian Bumi, Oka Rusmini

Mei 11, 2020

Tarian Bumi : Mendeskripsikan Perempuan

Identitas Buku

Judul : Tarian Bumi
Penulis : Oka Rusmini
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan Pertama : Juli 2007
ISBN : 978-602-03-3915-3
Tebal : 189 halaman

Overview

Tarian Bumi seperti menggambarkan Bali dari sisi lain yang nggak bisa dilihat orang luar. Yang saya ketahui tentang Bali hanya ia punya pantai-pantai cantik, dikunjungi dan dikenal semua orang, dan budaya yang masih terjaga dengan baik.

Fokus utama Tarian Bumi adalah menceritakan perempuan-perempuan Bali dengan seluruh adat istiadat yang melingkupinya. Adat istiadat seperti sistem kasta yang memberi mereka ruang gerak yang lebih sempit. Tapi sebenarnya bukan hanya itu, Tarian Bumi menggambarkan seluruh esensi menjadi seorang perempuan Bali, dan bagaimana mereka tetap hidup dan bertahan di tengah tradisi dan masyarakat yang kolot.

Plot

Pusat novel ini adalah Telaga, seorang perempuan dari kalangan Brahmana. Cerita kemudian bercabang dan menghadirkan tokoh-tokoh yang juga sama pentingnya seperti Telaga, seperti Luh Sekar. Luh Sekar adalah ibu Telaga, yang berasal dari kasta sudra. Tapi ia menikah dengan Ida Bagus Ngurah Pidada yang berkasta Brahmana, sehingga dirinya bisa naik pangkat.

Luh Sekar adalah gadis miskin yang memiliki mimpi-mimpi besar. Ia memiliki cita-cita agar ia dan keluarganya tidak lagi dipandang remeh oleh orang lain. Cita-cita pertama yang ia wujudkan adalah menjadi seorang penari, yang kemudian mengantarkannya pada cita-citanya yang lain: menikahi seorang Brahmana. Dan cita-citanya terwujud.

Ia menikah dengan Ngurah Pidada, seorang dari kasta brahmana yang hidupnya sama sekali tidak berguna karena hanya pandai minum-minuman keras dan pergi ke tempat pelacuran. Luh Sekar tidak memedulikan hal itu karena ia hanya ingin dirinya lepas dari kemiskinan.

Ida Ayu Sagra Pidada, ibu dari Ngurah Pidada, tidak pernah menyukai anak semata wayangnya menikah dengan seorang perempuan berkasta rendah seperti Luh Sekar. Ia kecewa karena putranya tidak bisa membawa seorang Ida Ayu seperti dirinya. Hal itulah yang membuatnya selalu membenci Luh Sekar.

Kisah hidup Telaga juga tidak kalah rumit. Ia dibesarkan dengan keotoriteran ibunya. Ayahnya, Ngurah Pidada sudah mati ketika usianya delapan tahun sehingga hanya ibu dan neneknya yang benar-benar punya pengaruh besar dalam hidupnya. Luh Sekar selalu mendidik anaknya agar seperti dirinya. Ia menjadikan Telaga seorang penari dan memaksanya menikah dengan pria kaya. Tapi ternyata Telaga memilih Wayan, pria dari kasta sudra yang sudah disukainya sejak umurnya sepuluh tahun. 

Tema

Saya menyukai tema yang penulis suguhkan mengenai perempuan Bali dengan semua kehidupannya. Tradisi dan kehidupan seputar Bali juga menjadi poin penting yang membuat novel ini punya nilai yang berbeda dengan novel lain yang mengangkat tema sama. Novel ini juga menggambarkan betapa berlika-likunya hidup seorang perempuan. Saya juga dapat pengetahuan baru seputar Bali seperti nama-nama yang digunakan pada setiap kasta.

Tokoh

Semua tokoh sentral dalam novel ini adalah perempuan. Saya paling terkesan dengan karakter Sekar yang dengan ngotot ingin mewujudkan semua mimpi-mimpinya. Meski pun sebenarnya ia juga perempuan yang egois dan tidak memedulikan hal lain asalkan mimpinya terwujud. Ada juga tokoh lain yang menginspirasi seperti Luh Kambren yang mendedikasikan seluruh hidupnya untuk menari, dan Luh Dalem yang seluruh hidupnya menderita karena ulah laki-laki.

Setting

Latar tidak digambarkan dengan terlalu detil. Kebanyakan berpusat di griya, sebutan rumah untuk kasta brahmana. Bali digambarkan melalui suasana batin dan percakapan antar tokoh.

Catatan

Novel ini selain mengangkat tema perempuan, sebagian besar ceritanya juga tidak jauh tema seksual. Banyak deskripsi-deskripsi yang cukup berani sehingga novel ini tidak layak dibaca oleh anak di bawah umur.

Kutipan

You Might Also Like

0 komentar

About Me

Like us on Facebook

Popular Posts